Cari Blog Ini

Senin, 05 Desember 2011

karya novel seorang pemimpi


BAB 1 “PERTEMUAN DAN SENJATA”
MY SON IS TERORIST (SHANDIKA RAJA)




Hentakan tetesan air hujan terdengar nyaring, di saat itulah seorang anak kecil menangis ditemani derasnya hujan,aku membawa anak itu ke tempat teduh, di sini aku bertanya kenapa dia menangis,dimana ibunya,dimana rumahnya, namun tangisannya semakin keras tanpa menjawab pertanyaan ku.

         Melihat hari yang sudah gelap, aku tak tega meninggalkan dia sendirian dalam dingin dan gelap, dan akhirnya ku bawa dia kesebuah toko baju dan membelikannya sepasang pakaian, lalu kubawa dia kerumah makan,dan mengajaknya makan. Pada saat makan aku bertanya dimana dia tinggal, kenapa dia menangis tadi, lalu ia menjawab dengan wajah polosnya bahwa ia tidak tau dimana ibunya, yang iya tau hanyalah ayahnya yang telah tewas akibat perang , pada saat itu negara kami memang sedang mendapat serangan militer dari negara yang orang bilang negara teromantis di dunia,namun bagi ku itu adalah negara terkejam, tidak berpri kemanasiaan.
Mendengar anak itu tidak punya siapa siapa , aku pun tambah tak tega untuk meninggalnya, namun akhirnya anak itu kutinggal kan begitu saja, karena aku juga seorang anggota militer , tidak mungkin aku membawanya ke barak ku, karena komandanku pasti memarahi ku..
Keesokan harinya aku kembali ke rumah makan itu karena kartu keanggotaan militerku tertinggal disana, tak sengaja aku melihat anak itu lagi, ku lihat anak itu sedang tertidur pulas di trotoar jalan yang berdebu dan suara suara ribut tank tank militer prancis yang berlalu lalang.

           Melihat keadaan nya seperti itu, aku tidak tahu, bagaimana perasaan ku sekarang, aku sedang dalam kebingungan.

Akhirnya kuputuskan membawa anak itu ke barak kami.
Ku bangun kan anak itu dari tidurnya, aku mengatakan bangun beberapa kali sambil menggoyang bahunya,anak itu terbangun dan akhirnya ku gendong dia sampai ke barak peristirahatan ku.

          Aku sampai di barak pukul 07.00.
Aku menaruh anak itu di atas kasur, sejenak ku pegang kepalanya, suhu badannya sangatlah tinggi.
Segera aku pergi ke camp kesehatan militer kami, sesaat aku berdebat dengan petugas medis disana, mereka bilang mereka hanya dibayar untuk melayani anggota militer tidak untuk masyarakat sipil.
Aku pun berusaha meyakinkan mereka sampai akhirnya kami sepakat, aku akan membayarnya dengan gaji ku yang akan dibayarkan 2 minggu lagi.
Setelah perdebatan itu kami langsung lekas pergi ke barak ku.
Petugas medis itu lalu memeriksa anak itu, iya berkata anak itu terkena demam biasa, namun harus tetap diobati.
Aku langsung menembus obat obatan itu dengan kartu keanggotaan militer ku.
Namun aku masih khawatir jika komandan ku mengetahuinya , anak itu akan diusir.
Ternyata benar , malam hari komandan mendatangi ku karena dia mendapat laporan bahwa ada orang sipil dibarak ku dari petugas medis yang memeriksanya tadi.
             Komandan langsung menghampiri ku, dia langsung bertanya siapa anak yang kubawa itu, dengan tegas aku menjawab
"siap pak, dia adalah anak yang kutemukan dijalan tadi malam, dia tidak punya siapa-siapa, ayahnya adalah warga sipil yang tewan dibunuh militer perancis"
lalu komandan bertanya mengapa aku membawanya ke sini,aku langsung berkata aku kasihan melihat anak itu.
Komandan dengan tegas berkata
" apakah kamu tau betapa berbahayanya membawa seorang anak kecil ke sini? Dia bisa terbunuh, jika ada serangan dari militer perancis di markas kita tidak mungkin seorang anak kecil seperti ini bisa menyelamatkan diri."
lalu aku menjawab
" siap pak, saya akan menjaganya" ,
komanda ku tertawa seperti tak yakin aku akan bisa menjaganya,
"apakah kamu yakin?, itu tidak akan mungkin, aku ingin segera anak ini keluar dari markas kita"
aku pun tidak berani membatah perkataan seorang komandan, aku pun segera membawa anak itu keluar, namun aku tidak bisa meninggalkan anak itu sendiri,aku menitipkannya di sebuah panti asuhan khusus anak korban militer, disana dia akan lebih aman.
Sampailah aku di depan panti asuhan itu.
Aku mengisi biodata anak itu, aku tidak tau identitas anak itu, anak itupun belum fasih berbicara karena usianya yang kira kira 4 tahun.
Aku memberi nama anak itu ahmad husain junior, nama itu itu ku ambil dari namaku yang ku tambahkan junior dibelakangnya.
Tanggal lahirnya kubuat 4 september 1980, waktu dimana ayahku meninggal 4 tahun lalu.
Mereka langsung membawa anak itu kedalam kamar barunya, disana dia bisa banyak teman.
Dia disana juga akan dilatih militer sejak dini.
Aku berharap bisa bertemu dia saat usianya sudah 15 tahun, dimana dia akan masuk kedalam militer.
11 tahun berlalu, aku melihat dia sudah sangat besar, namun ada yang berbeda dari dia..
Anak itu sudah jauh berbeda sekarang, sifatnya yang cengeng sudah menjadi sifat keras, wajahnya yang lucu menjadi sangar dan jarang tersenyum.
Namun aku masih menganggap dia adalah anak ku yang berumur 4 tahun.
Aku menghampiri dia dan langsung memeluknya,
"ayah!", kata itu keluar dari mulutnya,aku langsung terharu mendengar hal itu, ternyata dia menganggap aku sebagai ayah nya.
"iya anak ku, kamu sudah besar sekarang, sampai sampai ayah tidak mengenali mu! ", ucap ku sambil melihat wajahnya yang sangar itu tersenyum.
"benarkah? Aku di sana sangat merindukan ayah, ketika baru datang ditempat itu aku kebingungan mencari ayah, lalu ada seorang pengasuh ku disana yang bilang kalau aku dititip kan oleh ayah ku di sini" ia menjawab pertanyaan ku.
Aku hanya bisa menjawab iya,karena aku telah kehabisan kata karena terlalu bahagia.
Kami berdua tinggal di dua barak berbeda.
Ke esokan harinya aku melihat dia latihan bersama temannya di area simulation of war spot, dia terlihat sangat mahir menggunakan senjata AK 47 yang baru pertama kali di pegangnya.
Seusai latihan ia datang menuju ke arah ku, dan meminta ku mengajari dia tentang senjata senjata yang biasa di gunakan saat perang, aku berjanji mengajarinya besok.
Keesokan hari datang, hari ini aku akan menepati janji ku untuk mengajarinya tentang senjata-senjata yang biasa kami bawa untuk bertempur melawan militer prancis, aku pergi ke baraknya, didalam perjalanan menuju baraknya aku sempat mendengar para militer sedang bercerita bahwa di negara kami sedang gencar gencarnya terorist masuk untuk merekrut anggota baru, aku pun jalan terus tanpa menghiraukan cerita mereka,
aku telah sampai didepan barak ahmad husain junior anak ku,
ternyata dia tidak ada di sana, aku sempat khawatir kalau ia telah masuk dalam kelompok terorist itu, aku panik dan kebingungan mencarinya, aku lalu bertanya kepada orang yang lewat,
"apa kau melihat ahmad husain?"

"tidak pak" jawab orang itu.

"apa kau melihat ahmad husain? Apa kau melihatnya?"
tanya ku kepada orang orang yang lewat di depan baraknya.
Namun semuanya tidak tau dimana dia berada.
Dalam kepanikan ku, ada yang mengetuk pundak ku, aku langsung membalikan badan ku, ternyata ada orang yang memberitahukan ku keberadaan husain,
"pak, ahmad husain sedang berada dibarak abdulah said al ali"

aku menjawab,
"benarkah? Dimana arah menuju tempat itu?"

"disebelah timur dari kantor pusat informasi pak"
jawab anak itu.

Aku langsung bergegas kesana, aku berlari secepat mungkin.

"husain,syukurlah kau tak kenapa-kenapa,sedang apa kamu disini?"
aku langsung bertanya dengan nafas terengah-engah ketika sampai di depan barak abdul said al ali.

"ayah!,aku hanya sedang mengobrol dengan teman temanku disini"
jawabnya dengan wajah yang mengekspresikan kebingungan.

"ayah kira kau kenapa-kenapa, ayah kira kau sudah masuk dalam jaringan terorist"
aku mengutarakan kekhawatiran ku.

"tidak mungkin ayah,kita sekarang berada dilingkungan militer,tidak mungkin ada terorist disini"
ucap pendapatnya.

Akhirnya aku membawanya ke gudang senjata , aku ingin mengajarinya tentang senjata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar